Sabtu, 23 Oktober 2010

Dakwah dan Internet

  • Oleh Hendra Sugiantoro
PERKEMBANGAN teknologi terus melaju. Seiring dengan penemuan yang berangkat dari imajinasi dan daya pikir, bisa dipastikan inovasi dalam teknologi tak akan mandek. Perkembangan teknologi senantiasa bergerak di tengah laju zaman yang dinamis.

Begitu pula teknologi komunikasi dan informasi yang menemukan bentuk terbaru dengan beragam jenis. Jika dahulu menyampaikan pesan harus melalui kurir, lalu surat pos, kini dalam sekejap bisa sampai ke alamat tujuan dengan email. Komunikasi dan penyebaran informasi pun bisa dilakukan dengan jenis media lain yang kini kian marak dimiliki hampir siapa pun.

Dengan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi, masyarakat dimudahkan. Dakwah juga kian dimudahkan. Kini, untuk mendengarkan pengajian tak melulu harus berhadapan muka dengan ulama. Melalui akses internet, masyarakat bisa mendapatkan bahan bacaan keagamaan sesuai dengan kebutuhan.



Bermacam peranti lunak bernuansa agama bisa didapat dengan mengunduh dan membuka situs terkait. Dengan mengakses internet, Alquran, hadit, dan buku keagamaan yang diformat digital bisa diperoleh dengan mudah.
Berjangkauan Luas Berbagai organisasi Islam pun telah menyadari betapa penting memiliki website untuk berdakwah dan mengenalkan organisasi ke khalayak. Lewat internet, penyebaran dakwah berjangkauan luas, tak terbatasi ruang dan waktu.

Kehadiran situs keagamaan memang memberikan manfaat. Tulisan bisa tersebar lewat teknologi internet. Jika zaman dahulu penulisan Alquran dilakukan di pelepah kurma, batu, kulit dan tulang binatang, daun, dan sebagainya (Ari Hendri: 2008), kini tak hanya kertas tetapi juga di ruang cyber. Tak melulu Alquran, tetapi juga berbagai tulisan lain, baik artikel, makalah, maupun buku.

Ada berbagai buku nonfiksi dan fiksi bernafas keagamaan bisa diunduh gratis lewat internet, meski ada pula yang dikomersialkan. Aktivis dakwah kerap “mengangkat pena” dengan menyebar tulisan bernuansa dakwah melalui media di internet, seperti blog dan facebook.

Selain itu, kehadiran citizen journalism juga dapat menopang dakwah. Pengelolaan jurnalisme warga itu ada yang melalui proses editing. Siapa pun pewarta warga hanya mengirim tulisan dan diseleksi layak atau tidak dimuat oleh pengelola. Ada yang dibiarkan bebas mem-posting artikel dan berita kegiatan, tanpa editing. Pegiat dakwah bisa memanfaatkan citizen journalism untuk memublikasikan artikel dan berita kegiatan.

Dampaknya jelas positif karena memantapkan syiar Islam. Jika mengirim keterangan pers ke media cetak konvensional belum tentu dimuat, peluang dimuat lewat citizen journalism lebih besar.
Malas ke Masjid Ditelisik lebih jauh, teknologi informasi yang berkembang kini tak selamanya berdampak positif. Dengan kemudahan melakukan “pengajian di dunia internet” mengakibatkan masyarakat malas ke masjid mengikuti kajian keagamaan. Artinya, masjid sepi dari pemakmur. Dengan alasan praktis, banyak orang lebih suka mengunduh berbagai artikel keagamaan lewat internet ketimbang tekun menghadiri kajian di masjid.

Kemudahan itu juga berdampak kurang baik karena belajar agama tanpa guru. Membaca artikel dan makalah soal agama secara mandiri tidak dilarang, namun tak bisa bertanya jika ada persoalan pelik dan membingungkan. Yang meresahkan, artikel yang diunduh dari internet tak seluruhnya baik bagi masyarakat yang masih awam mendalami agama.
Meski beraroma agama, tak selamanya tulisan di internet memberikan kesejukan dan pencerahan. Sebaliknya, malah menyempitkan pemahaman agama, memicu perselisihan, dan menebarkan sikap antipati. Masyarakat yang awam dan masih dangkal pemahaman keagamaannya kemungkinan menelan mentah-mentah, tanpa menyaring dan bersikap kritis.
Selain itu, teknologi informasi berupa internet bisa dimanfaatkan pihak tertentu untuk jalan keburukan. Situs berbau pornografi, misalnya, bertebaran. Berkait hal itu, dakwah menghadapi tantangan. Di satu sisi, internet bisa dimanfaatkan sebagai sarana dakwah. Di sisi lain, juga untuk menyebarkan keburukan.
Di tengah segi buruk internet, segi positif perkembangan teknologi informasi bagi keberlangsungan dan pergerakan dakwah tetap perlu disyukuri. Implementasi rasa syukur itu menghendaki siapa pun dan organisasi Islam mana pun kuasa memanfaatkannya sebagai sarana dakwah.
Segi negatif teknologi informasi memang ada. Namun bukan berarti menyalahkan teknologi informasi. Bagaimanapun teknologi informasi bersifat netral. Tinggal siapa dan pihak mana menggunakan. Internet bisa digunakan sebagai sarana kebaikan sekaligus keburukan. Pertimbangan kemaslahatan justru menghendaki segenap pegiat dakwah mampu mendayagunakan internet untuk mencerahkan dan mendidik masyarakat. Yang perlu disadari, pilar pendidikan tak hanya keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pilar pendidikan lain adalah tempat ibadah dan media massa. Media massa, dalam hal ini internet, juga berperan membentuk dan melahirkan generasi bangsa yang beriman dan takwa serta berilmu pengetahuan dan teknologi.

Akhirnya, semoga kebaikan bisa diinspirasikan dan didorong dari segala penjuru. Perkembangan teknologi informasi perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk membangun kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang berjati diri, berkarakter, dan bermartabat. Dakwah melalui internet bisa dilakukan siapa pun. Pada dasarnya, kewajiban dakwah diamanatkan kepada setiap orang. Tak harus menguasai segala hal, satu kebaikan pun bisa disampaikan dan bernilai dakwah. Dengan internet, kita berharap dakwah secara bijak bisa berkembang luas. Dakwah bijak yang menenteramkan dan mampu menggerakkan perubahan positif. Wallahu alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar